img.bhsmly { height: auto !important; vertical-align: middle !important; width: auto !important; border:0px !important; }

Kamis, 14 November 2013

Beda nama, beda rasa



Beda nama, beda rasa



Sudah lama sekali penulis mencari judul dari tulisan ini, seperti yang kita baca judul di atas, “Beda nama, beda rasa”. Apa yang pembaca bayangkan setelah membaca judul tulisan ini ? Soal makanan atau minuman ? karena ada kata “rasa” ? Oh, maaf jika pembaca ‘manggut-manggut’ (setuju).


Di sini penulis cuma ingin bercerita tentang Pelayan Firman.


Beraneka-ragam pelayan firman (pendeta A, evangelist Q, penginjil Z, dan seterusnya) yang memiliki perilaku yang beraneka-macam pula.

      Ada yang membaca naskah yang sudah dipersiapkan, ada yang cukup dengan Alkitab, tanpa catatan-catatan kecil untuk menjabarkan firman Tuhan kepada jemaat.

      Ada yang menghimbau agar jemaat merenungkan firman Tuhan siang dan malam, agar kita mengetahui kehendak Tuhan.

      Ada yang berkhotbah secara alkitabiah, tanpa menjabarkannya dalam kehidupan di saat ini. Tapi ada juga yang berkhotbah tentang kehidupan di jaman sekarang tetapi minim nara-sumber Alkitab-nya.

      Ada yang mengiming-imingkan kerajaan Sorga, ada juga yang berulang-kali menyuruh jemaat untuk bertobat.

      Ada yang gemar menceritakan kesaksian pribadinya, sehingga setiap pelayan firman itu berkhotbah, kesaksiannya itu-itu terus yang diceritakannya dengan bangga.

      Ada yang membanggakan perkataan dari pelayan firman asing, ada yang berusaha meyakinkan jemaat untuk percaya pada tafsiran buku-buku yang dikarang oleh penulis asing yang bergelar profesor, doktor, embi-e, esteha, esteler dan sebagainya (lalu, apa pengetahuan dari pelayan firman itu ?!).

      Ada yang selalu menghimbau agar jemaat terlibat dalam pelayanan, ada yang menyuruh jemaat menjadi penginjil, sesuai dengan pesan terakhir dari Tuhan Yesus sebelum berangkat ke Sorga.

      Ada yang menjelekkan umat non-nasrani, ada juga yang berusaha untuk merangkul umat non-nasrani, karena itu merupakan perintah dari Tuhan Yesus Kristus.

      Ada yang selalu berusaha untuk melawak, ada juga yang kaku, seperti membaca buku di belakang mimbar.

      Ada yang cuma sebentar khotbahnya, ada juga yang lama, sampai-sampai para majelis sudah ber”ehem-ehem”, ber”uhuk-uhuk” (batuk terpaksa).

      Ada yang bersyafaat singkat-singkat saja, ada pula yang mendetail; untuk gereja, keluarga jemaat, orang sakit, sekolah, pekerjaan sampai kepada situasi dan kondisi negara ini.


Dan ini benar-benar terjadi ketika para pelayan firman tersebut sedang berkhotbah di ibadah raya, hari Minggu !


Lalu, bagaimana dengan para jemaat ?

Sedikit perbedaan dengan judul karangan ini, “Sama nama, beda mau”. Sama-sama berstatus jemaat, tetapi berbeda keinginannya.

      Ada yang suka dengan pelayan firman yang berinteraksi, ada yang senang dengan khotbah yang sebentar, yang lain senang dengan khotbah yang lama.

      Ada yang senang dengan khotbah yang alkitabiah, ada juga yang tidak menyukainya, lebih suka dengan khotbah tentang kehidupan di masa kini.

      Ada yang moderen menyukai penggunaan layar projektor, ada yang lebih suka tanpa layar projektor, karena mata sudah kabur dan tidak bisa membaca jauh.

      Ada yang suka lawakan pelayan firman, ada juga yang membencinya, tidak hormat kepada Allah, katanya.

      Ada yang menerima semua pelayan firman yang berkhotbah, ada juga yang memilih-milih pelayan firman.

      Ada yang bersemangat ketika pelayan firman menyerukan penginjilan, ada juga yang berpura-pura membaca warta, karena takut disuruh penginjilan.

      Ada yang cuma sekedar beribadah, tetapi banyak yang bersungguh-sungguh dalam mendengarkan penjelasan dari firman Tuhan.

      Bahkan ketika ada seorang pelayan firman yang terpaku diam (ngeblank) di mimbar, dijadikan bahan gosip bagi sesama jemaat.


Tapi anehnya…

Para jemaat itu, duduk dalam satu bangku kayu panjang, bersebelahan, dan setelah ibadah selesai, mereka saling bersalaman, saling berucap “Selamat hari Minggu”, dengan senyum yang lebar.

Tak perduli apakah jemaat yang satu bersemangat untuk penginjilan dan yang satunya berpura-pura agar tidak disuruh penginjilan, mereka tetap bersalaman dengan hangat dan tersenyum manis.

Tak ada jemaat yang baku-hantam karena yang satu menyenangi khotbah alkitabiah dan jemaat di sebelahnya menyukai khotbah tentang kehidupan. Belum pernah penulis temukan hal ini. Sungguh ! ;;)


Sekarang, kita kembali kepada diri kita masing-masing.

Apakah kita harus “menelan” semua yang para pelayan firman itu katakan ? Tidak terkecuali ? membenarkan pelayan firman yang hanya berpihak pada umat kristiani ? senang kalau pelayan firman  membuka privasi rumah tangganya ?

Atau kita “cuèk” (acuh) saja ? “yang penting aku sudah ke gereja”, begitu ?

Atau kita memilih mana yang baik (bagi aku) dan mana yang tidak baik (menurutku) ?

Atau… kita mengikuti arus gereja, kalau majelis menyukai pelayan firman “A”, ikut…, kalau majelis suka pada yang “Z”, ikut juga…



Para pembaca yang budiman, setiap pelayan firman yang akan berkhotbah, beliau sudah berdoa sedikitnya dua kali di hari peribadahan itu. Syukur-syukur pelayan firman itu berdoa empat kali,

Pertama,  (mungkin) ketika bersaat teduh di pagi hari,
kedua,      (mungkin) ketika akan berangkat ke gereja (berlaku untuk yang tidak tinggal di gereja tersebut),
ketiga,      (pasti)       ketika berdoa di ruang konsistori bersama dengan majelis sebelum ibadah dimulai,
keempat,  (pasti)       ketika berdoa bersama jemaat sebelum pembacaan firman Tuhan dimulai.

Isi dari doa tersebut hampir rata-rata sama, yaitu meminta pertolongan serta meminta pengurapan dari Roh Kudus supaya Kebenaran Firman Tuhan dinyatakan melalui ucapan pelayan firman tersebut.

Jika Roh Kudus sudah mengurapi pita suara dari pelayan firman, maka kebenaran-kebenaran firman Tuhan-lah yang akan keluar dari mulut pelayan firman itu.

Jika Kebenaran Firman Tuhan sudah kita dengar, adakah alasan kita untuk TIDAK menyukainya (percaya) ?

Tapi kenapa ada pelayan firman “pelit” khotbahnya ?
kenapa ada yang memusuhi sesama manusia, walau mereka bukan umat nasrani ?
kenapa ada yang mengiming-imingi kerajaan Sorga untuk membuat jemaat senang ?
kenapa ada yang menyukai tafsiran ketimbang Firman Tuhan yang sudah pasti ?
kenapa ada yang “sok” berbahasa asing ?

kenapa…

Entahlah…


Penulis di sini cuma mereka-reka saja…, seandainya…

      Ruang kebaktian (ibadah) begitu tenaaaaaang…
      Dari satu jam sebelum ibadah dimulai,
      ruangan itu benar-benar tenang…, sunyi…,
      hanya alunan piano memainkan puji-pujian dengan halus…

      Tak ada latihan pujian di awal ibadah…

      Tak ada pembicaraan,
      tak ada gelak-tawa,
      tak ada bisik-bisik,
      tak ada bunyi tuts telepon genggam,
      tak ada pengetesan pengeras suara…, benar-benar tenang…

      Ketika penatua memeriksa kelengkapan ibadah, tak ada teriakan memanggil pesuruh gereja agar membetulkan perlengkapan ibadah yang salah,
      tenang…

      Ketika sesama jemaat saling bertemu, mereka cuma tersenyum dan menganggukkan kepalanya, tenang…

      Jemaat dapat bersaat teduh dengan khusyuk…

      Jemaat dapat membaca Alkitab dengan tenang…, menanti saat ibadah dimulai.

      Hanya bunyi alas kaki yang beradu dengan lantai terdengar, dan itupun dilakukan oleh pemiliknya (alas kaki) secara berhati-hati, tenang…

      Hanya suara Alkitab dibuka, buku nyanyian dan jadwal liturgi dibuka, yang terdengar samar-samar (hati-hati) ketika ibadah sedang berlangsung, amat tenang…

      Tak ada suara telepon genggam berdering…, bahkan getarnya-pun tidak terdengar…

      Tak ada berkerèsèk pembungkus permen dibuka…

      Tak ada “plop” suara pipet menembus penutup plastik gelas air…, tak ada peminum di ruang ibadah… (begitu juga dengan pelayan firman, tabu untuk minum di ruang ibadah)

      Tak ada tepuk tangan atas pujian dari paduan suara atau vokal group, karena pujiannya diperuntukkan bagi Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus.
     
      Mohon maaf, ini Ruang Ibadah dan bukan ruang pertunjukkan.

      Hingga satu jam setelah ibadah usai, ruang ibadah tetap tenang…, khusyuk…


Penulis cuma mereka-reka

Jika hal di atas dapat dilakukan dalam ruang ibadah, Roh Kudus / Roh Allah, akan benar-benar hadir di sana…!

Sehingga Kebenaran Firman Tuhan akan mengalir karena Kemuliaan Tuhan ditinggikan, tanpa ada pelayan firman yang memusuhi sesama, tanpa ada pelayan firman yang terpaku diam di mimbar, dan sebagainya.

Semua atas kehendak Tuhan, dan kita tahu, Tuhan tidak pernah merancangkan hal yang memalukan -Yesaya 49:23c- , atau dengan kata lain, Tuhan tidak akan mengijinkan ibadah umatnya tercemar oleh perkataan-perkataan yang buruk, maupun oleh sesuatu yang tidak berkenan bagi-Nya.


Sungguh indah beribadah…

Bisakah hal ini terjadi ?

Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil” -Lukas 1:37-

Bisakah untuk kita ?

Bila kita tetap menganggap ibadah hanyalah urusan yang sepele, Tuhan-pun tidak akan memandang baik terhadap kita.



Beda nama, beda rasa” maupun “Sama nama, beda mau” adalah sifat-sifat manusia yang beraneka-ragam. Tuhan pun mengetahui-NYA, karena DIA Yang Menciptakan manusia. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, hendaknya kita mengikuti nasihat dari rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, 2 Korintus 13:11, yang menasihati,

         “Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku ! SEHATI SEPIKIRLAH KAMU, dan hiduplah dalam damai sejahtera; MAKA ALLAH, sumber kasih dan damai sejahtera AKAN MENYERTAI KAMU!”



Kiranya kita (penulis dan pembaca) dapat memilih yang sesuai dengan kehendak Tuhan, Allah kita, amin.




Catatan penulis :  Tak terlintas sedikitpun niatan penulis untuk menghakimi seorang maupun yang lain. Tapi, biarlah pengetahuan yang penulis dapatkan lewat pengalaman beribadah, menjadikan pembaca (juga penulis) lebih dapat memperhatikan, apakah ibadah di gereja kita sudah SETURUT DENGAN KEHENDAK ALLAH ?




Tuhan memberkati kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuhan memberkati kita