Sudah lama sekali penulis mencari judul dari tulisan
ini, seperti yang kita baca judul di atas, “Beda
nama, beda rasa”. Apa yang
pembaca bayangkan setelah membaca judul tulisan ini ? Soal makanan atau minuman
? karena ada kata “rasa” ? Oh, maaf
jika pembaca ‘manggut-manggut’ (setuju).
Di sini penulis cuma ingin bercerita tentang Pelayan Firman.
Beraneka-ragam pelayan
firman (pendeta A, evangelist Q, penginjil Z, dan seterusnya) yang memiliki
perilaku yang beraneka-macam pula.
Ada yang membaca naskah yang sudah dipersiapkan, ada yang
cukup dengan Alkitab, tanpa catatan-catatan kecil untuk menjabarkan firman
Tuhan kepada jemaat.
Ada
yang menghimbau agar jemaat merenungkan firman Tuhan siang dan malam, agar kita
mengetahui kehendak Tuhan.
Ada yang berkhotbah secara alkitabiah, tanpa menjabarkannya
dalam kehidupan di saat ini. Tapi ada juga yang berkhotbah tentang kehidupan di
jaman sekarang tetapi minim nara-sumber Alkitab-nya.
Ada yang mengiming-imingkan kerajaan Sorga, ada juga yang berulang-kali
menyuruh jemaat untuk bertobat.
Ada
yang gemar menceritakan kesaksian pribadinya, sehingga setiap pelayan firman
itu berkhotbah, kesaksiannya itu-itu terus yang diceritakannya dengan bangga.
Ada yang membanggakan perkataan dari pelayan firman asing,
ada yang berusaha meyakinkan jemaat untuk percaya pada tafsiran buku-buku yang
dikarang oleh penulis asing yang bergelar profesor, doktor, embi-e, esteha,
esteler dan sebagainya (lalu, apa pengetahuan dari pelayan firman itu ?!).
Ada yang selalu menghimbau agar jemaat terlibat dalam pelayanan, ada yang
menyuruh jemaat menjadi penginjil, sesuai dengan pesan terakhir dari Tuhan
Yesus sebelum berangkat ke Sorga.
Ada
yang menjelekkan umat non-nasrani, ada juga yang berusaha untuk merangkul umat
non-nasrani, karena itu merupakan perintah dari Tuhan Yesus Kristus.
Ada yang selalu berusaha untuk melawak, ada juga yang kaku, seperti
membaca buku di belakang mimbar.
Ada
yang cuma sebentar khotbahnya, ada juga yang lama, sampai-sampai para majelis
sudah ber”ehem-ehem”, ber”uhuk-uhuk” (batuk terpaksa).
Ada yang bersyafaat singkat-singkat saja, ada pula yang mendetail; untuk
gereja, keluarga jemaat, orang sakit, sekolah, pekerjaan sampai kepada situasi
dan kondisi negara ini.
Dan ini benar-benar terjadi ketika para pelayan firman
tersebut sedang berkhotbah di ibadah raya, hari Minggu !
Lalu, bagaimana dengan para jemaat ?
Sedikit perbedaan dengan judul karangan ini, “Sama nama, beda mau”. Sama-sama berstatus jemaat, tetapi
berbeda keinginannya.
Ada yang suka dengan pelayan firman yang berinteraksi, ada
yang senang dengan khotbah yang sebentar, yang lain senang dengan khotbah yang
lama.
Ada
yang senang dengan khotbah yang alkitabiah, ada juga yang tidak menyukainya,
lebih suka dengan khotbah tentang kehidupan di masa kini.
Ada yang moderen menyukai penggunaan layar projektor, ada
yang lebih suka tanpa layar projektor, karena mata sudah kabur dan tidak bisa membaca
jauh.
Ada
yang suka lawakan pelayan firman, ada juga yang membencinya, tidak hormat
kepada Allah, katanya.
Ada
yang menerima semua pelayan firman yang berkhotbah, ada juga yang memilih-milih
pelayan firman.
Ada yang bersemangat ketika pelayan firman menyerukan
penginjilan, ada juga yang berpura-pura membaca warta, karena takut disuruh
penginjilan.
Ada
yang cuma sekedar beribadah, tetapi banyak yang bersungguh-sungguh dalam
mendengarkan penjelasan dari firman Tuhan.
Bahkan ketika ada
seorang pelayan firman yang terpaku diam (ngeblank) di mimbar, dijadikan
bahan gosip bagi sesama jemaat.
Tapi anehnya…
Para jemaat itu, duduk dalam satu
bangku kayu panjang, bersebelahan, dan setelah ibadah selesai, mereka saling
bersalaman, saling berucap “Selamat hari Minggu”, dengan senyum yang lebar.
Tak perduli apakah jemaat yang satu bersemangat untuk
penginjilan dan yang satunya berpura-pura agar tidak disuruh penginjilan,
mereka tetap bersalaman dengan hangat dan tersenyum manis.
Tak ada jemaat yang baku-hantam karena yang satu
menyenangi khotbah alkitabiah dan jemaat di sebelahnya menyukai khotbah tentang
kehidupan. Belum pernah penulis temukan hal ini. Sungguh ! ;;)
Sekarang,
kita kembali kepada diri kita masing-masing.
Apakah kita harus “menelan” semua yang para pelayan
firman itu katakan ? Tidak terkecuali ? membenarkan pelayan firman yang hanya
berpihak pada umat kristiani ? senang kalau pelayan firman membuka privasi rumah tangganya ?
Atau
kita “cuèk” (acuh) saja ? “yang penting aku sudah ke gereja”, begitu ?
Atau
kita memilih mana yang baik (bagi aku) dan mana yang tidak baik (menurutku)
?
Atau…
kita mengikuti arus gereja, kalau majelis menyukai pelayan firman “A”, ikut…,
kalau majelis suka pada yang “Z”, ikut juga…
Para pembaca yang budiman, setiap pelayan firman yang akan
berkhotbah, beliau sudah berdoa sedikitnya dua
kali di hari peribadahan itu. Syukur-syukur pelayan firman itu
berdoa empat kali,
Pertama, (mungkin) ketika
bersaat teduh di pagi hari,
kedua, (mungkin) ketika akan berangkat ke gereja (berlaku untuk yang tidak tinggal di
gereja tersebut),
ketiga, (pasti) ketika berdoa di ruang konsistori bersama dengan majelis
sebelum ibadah dimulai,
keempat, (pasti) ketika
berdoa bersama jemaat sebelum pembacaan firman Tuhan dimulai.
Isi dari doa tersebut hampir rata-rata
sama, yaitu meminta pertolongan serta meminta pengurapan dari Roh Kudus supaya Kebenaran
Firman Tuhan dinyatakan melalui ucapan pelayan firman tersebut.
Jika Roh Kudus sudah mengurapi pita suara dari pelayan firman, maka
kebenaran-kebenaran firman Tuhan-lah yang akan keluar dari mulut pelayan firman
itu.
Jika Kebenaran Firman Tuhan sudah kita dengar, adakah
alasan kita untuk TIDAK menyukainya (percaya)
?
Tapi kenapa ada pelayan firman “pelit”
khotbahnya ?
kenapa ada yang memusuhi sesama manusia,
walau mereka bukan umat nasrani ?
kenapa ada yang mengiming-imingi kerajaan
Sorga untuk membuat jemaat senang ?
kenapa ada yang menyukai tafsiran
ketimbang Firman Tuhan yang sudah pasti ?
kenapa ada yang “sok” berbahasa asing ?
kenapa…
Entahlah…
Penulis di sini cuma mereka-reka
saja…, seandainya…
Ruang
kebaktian (ibadah) begitu tenaaaaaang…
Dari satu
jam sebelum ibadah dimulai,
ruangan
itu benar-benar tenang…, sunyi…,
hanya
alunan piano memainkan puji-pujian dengan halus…
Tak ada
latihan pujian di awal ibadah…
Tak ada pembicaraan,
tak ada gelak-tawa,
tak ada
bisik-bisik,
tak ada
bunyi tuts telepon genggam,
tak ada
pengetesan pengeras suara…, benar-benar tenang…
Ketika
penatua memeriksa kelengkapan ibadah, tak ada teriakan memanggil pesuruh gereja
agar membetulkan perlengkapan ibadah yang salah,
tenang…
Ketika
sesama jemaat saling bertemu, mereka cuma tersenyum dan menganggukkan
kepalanya, tenang…
Jemaat dapat bersaat teduh dengan khusyuk…
Jemaat dapat membaca Alkitab dengan tenang…, menanti saat
ibadah dimulai.
Hanya
bunyi alas kaki yang beradu dengan lantai terdengar, dan itupun dilakukan oleh
pemiliknya (alas kaki) secara berhati-hati, tenang…
Hanya
suara Alkitab dibuka, buku nyanyian dan jadwal liturgi dibuka, yang terdengar
samar-samar (hati-hati) ketika ibadah sedang berlangsung, amat tenang…
Tak ada
suara telepon genggam berdering…, bahkan getarnya-pun tidak terdengar…
Tak
ada berkerèsèk pembungkus permen
dibuka…
Tak ada
“plop” suara pipet menembus penutup plastik gelas air…, tak ada peminum di ruang ibadah… (begitu juga dengan pelayan
firman, tabu untuk minum di
ruang ibadah)
Tak ada
tepuk tangan atas pujian dari paduan suara atau vokal group, karena pujiannya
diperuntukkan bagi Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus.
Mohon maaf, ini Ruang Ibadah dan bukan ruang pertunjukkan.
Hingga
satu jam setelah ibadah usai, ruang ibadah tetap tenang…, khusyuk…
Penulis cuma mereka-reka…
Jika hal di atas dapat dilakukan dalam
ruang ibadah, Roh Kudus / Roh Allah, akan benar-benar hadir di sana…!
Sehingga Kebenaran Firman Tuhan akan
mengalir karena Kemuliaan
Tuhan ditinggikan, tanpa ada pelayan firman yang memusuhi sesama,
tanpa ada pelayan firman yang terpaku diam di mimbar, dan sebagainya.
Semua atas kehendak Tuhan, dan kita tahu,
Tuhan tidak pernah merancangkan hal yang memalukan -Yesaya 49:23c- , atau dengan
kata lain, Tuhan tidak akan mengijinkan ibadah umatnya tercemar oleh
perkataan-perkataan yang buruk, maupun oleh sesuatu yang tidak berkenan
bagi-Nya.
Sungguh indah beribadah…
Bisakah hal ini terjadi ?
“Sebab bagi Allah tidak ada yang
mustahil” -Lukas 1:37-
Bisakah untuk kita ?
Bila kita tetap menganggap ibadah
hanyalah urusan yang sepele, Tuhan-pun tidak akan memandang baik terhadap kita.
“Beda nama,
beda rasa” maupun “Sama nama, beda
mau” adalah sifat-sifat manusia yang beraneka-ragam. Tuhan pun
mengetahui-NYA, karena DIA Yang Menciptakan manusia. Sebagai orang yang percaya
kepada Tuhan Yesus Kristus, hendaknya kita mengikuti nasihat dari rasul Paulus
dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, 2 Korintus
13:11, yang menasihati,
“Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu
supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku ! SEHATI SEPIKIRLAH KAMU, dan hiduplah dalam damai sejahtera; MAKA ALLAH, sumber kasih dan
damai sejahtera AKAN MENYERTAI KAMU!”
Kiranya kita (penulis dan pembaca) dapat
memilih yang sesuai dengan kehendak Tuhan, Allah kita, amin.
Catatan penulis : Tak terlintas
sedikitpun niatan penulis untuk menghakimi seorang maupun yang lain. Tapi,
biarlah pengetahuan yang penulis dapatkan lewat pengalaman beribadah,
menjadikan pembaca (juga penulis) lebih dapat memperhatikan, apakah ibadah di gereja kita sudah SETURUT
DENGAN KEHENDAK ALLAH ?
Tuhan memberkati kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuhan memberkati kita