img.bhsmly { height: auto !important; vertical-align: middle !important; width: auto !important; border:0px !important; }

Kamis, 05 Desember 2013

Menjilat Ludah Sendiri



Menjilat  Ludah  Sendiri



Menjilat ludah sendiri ??? pernahkah para pembaca ? kalau menelan ludah tuh penulis pernah… [bahkan sering… ], lihat orang makan…, perut lapèr…, raba-raba di kantong… cuma ada sapu tangan dan KTP…, duh… telanlah ludah ini… dengan terbayang rasa pizza

“Menjilat ludah sendiri” adalah sebuah kalimat peribahasa Indonesia yang artinya, seseorang yang menarik kembali pernyataannya (membatalkan perjanjian) baik karena terpaksa maupun karena kebiasaan.” [http://id.wikiquote.org/wiki/].


Penulis garis bawahi seseorang yang menarik kembali pernyataannya baik karena terpaksa maupun karena kebiasaan. Dalam kehidupan sehari-hari, peribahasa ini sering digunakan untuk orang-orang yang tidak bertanggung-jawab dengan perkataan yang diucapkannya.

Ini baru perkataan yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan, bagaimana dengan perbuatan ? jika perbuatan yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan, umumnya orang akan mengatakan, pembohong atau penipu. Tetapi dalam peribahasa “menjilat ludah sendiri”, sering juga pelakunya dikatakan sebagai pembohong atau penipu. Kesimpulan, perkataan maupun perbuatan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan adalah bohong dan tipu.


Di gerejapun tidak luput dari peribahasa “menjilat ludah sendiri”, itu berarti dalam gereja, dalam Bait Allah, dalam Rumah Doa dimana Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja, telah terjadi bohong dan tipu.
Masih sanggupkah kelak kita menyambut kedatangan-NYA yang kedua kali ?

Penulis bukan sekedar membual (bahwa dalam gereja telah terjadi kebohongan) untuk mencari ketenaran atau kebanggaan di dalam dunia ini, tapi penulis bisa pastikan bahwa hal ini BENAR adanya.

Penulis akan membuktikannya. Ingat pujian di bawah ini ?

            Persembahan kami, sedikit sekali…
            Kiranya Tuhan t’rimalah, dengan senang hati…

Pujian tersebut (penulis tidak tahu siapa pengarangnya), entah pengarang pujian sedang menyindir (kita-kita yang serakah), entah juga memang pelit ! Allah Bapa sudah memberi berkat kepada kita-kita secara berkelimpahan (baca, Maleakhi 3:10), tapi mengapa kita “mengembalikannya” dengan sedikit sekali ?

Sudah sedikit sekali…, masih ditambah dengan “menjilat ludah sendiri” !

Dalam 2 Korintus 9:7a, rasul Paulus menghimbau kita, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya,...”. Mungkin diwaktu kita memberi persembahan, kita rela dan ikhlas dengan apa yang kita berikan kepada Tuhan. Tapi, setelah persembahan itu terkumpul dan berubah nama menjadi “milik gereja”…, saat itu juga kita lupa dengan perkataan rela dan ikhlas !

      Kita membiarkan penerangan yang sudah tidak terpakai tetap menyala…,
      kita gunakan kertas-kertas secara berlebihan, tanpa tujuan yang pasti…,
      “meminjam” komputer  gereja untuk kepentingan diri sendiri (kerja/sekolah)…,
      kita “menghadiahkan” diri kita dikala Tuhan Yesus berulang tahun…,
      mengadakan perjamuan kasih, konsumsi komisi/majelis, dan banyak lagi…,
      yang menjadikan kita tidak rela walau dengan persembahan yang sedikit sekali tersebut.

Dengan kata lain, atau kronologi kejadian, dapat penulis simpulkan:
      Allah memberkati kita dengan berkelimpahan…,
      kita persembahkan sedikit sekali berkat yang kita dapat dari/kepada Allah…,
      dan… kita mengambil lagi persembahan itu, yang untuk Allah

bukankah ini sama artinya dengan “menjilat ludah sendiri” ?
sama juga berarti kita-kita ini adalah pembohong dan penipu, bukan terhadap sesama manusia, tetapi kepada Allah, Tuhan kita ! dan ini kita lakukan di gereja secara berulang-ulang.


Sadarkah kita akan hal ini ?

Atau kita boleh berkata, “Kan gereja wadah sosial…, wajarlah kalau menyediakan makanan…, meminjamkan komputer…, kan kata-NYA (Tuhan Yesus) kita harus memberi…, ya gerejalah contohnya sebagai sumber memberi…”

Benarkah ucapan seperti itu ?

Mari kita tinjau-ulang bagaimana gereja mula-mula berdiri. Buka dan baca Kisah Para Rasul 2, secara singkat penulis ceritakan;

         Sesudah Tuhan Yesus terangkat ke Sorga, dan hari Pentakosta tiba (hari ke 50 setelah Paska -http://gkipi.org/mana-yang-benar-paska-atau-paskah/-), turunlah Roh Kudus hinggap di ke 12 rasul Tuhan. Lalu rasul Petrus bangkit dan bersaksi bagi Tuhan Yesus Kristus. Dari kesaksian rasul Petrus, 3.000 jiwa bersedia untuk dibaptis (ayat 41). Inilah gereja mula-mula.
         Para jemaatnya saling berbagi satu dengan yang lain (ayat 44-45), mereka dan makan bersama-sama di rumah mereka masing-masing secara bergiliran (ayat 46).

Nah inilah jemaat mula-mula atau gereja mula-mula terbentuk.

Para jemaat mula-mula rela menjual hartanya untuk berbagi dengan sesama, mereka makan bersama di rumah secara bergiliran.


Bukan uang persembahan digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan juga uang persembahan dipakai untuk makan bersama.

Baiklah kalau pada perjamuan kasih, para penatua berdalih bahwa itu untuk kebersamaan dan berbagi pendapat (sharing). Tapi sudahkah para penatua mengkaji-ulang, seberapa besar “kebersamaan” itu terbukti baik (dari segi kerohanian dan sosial), dan seberapa besar “kebersamaan” itu hanya sebagai pengisi perut lalu pulang ?

Dan coba dihitung jumlah jemaat pada (kebaktian) perjamuan kasih, dan yang tidak ada perjamuan kasihnya…

Mohon maaf, Allah Bapa yang di Sorga, Tuhan Yesus Kristus maupun Roh Kudus tidak pernah melakukan promosi, ingat ini baik-baik ! yang melakukan promosi agar umatnya bertambah banyak ialah iblis !



Para pembaca yang terkasih di dalam Tuhan Yesus, secara tak sadar kita sudah “menjilat ludah sendiri”, secara tak sadar kita sudah mempermalukan diri kita di hadapan Allah, secara tak sadar juga kita telah menganggap “menjilat ludah sendiri” di hadapan Allah adalah hal yang biasa, wajar.
Masih bisakah kita pertanggung-jawabkan perbuatan kita ini ?


Dalam kitab 1 Samuel 2:12-34, menceritakan tentang perlakuan curang dari anak-anak imam besar Eli di jaman itu, Hofni dan Pinehas. Kedua anak ini (yang juga berstatus sebagai imam) mengambil sebagian dari korban persembahan orang-orang Israel kepada Allah, “Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan TUHAN, sebab mereka memandang rendah korban (persembahan-penulis) untuk TUHAN”- ayat 17.

Penulis membayangkan…, pada penghakiman terakhir, Tuhan Yesus Kristus bertanya, “Mengapa engkau serakah kepada persembahan-Ku dan mengapa engkau menghormati sesamamu lebih dari pada-Ku, sambil kamu berpesta-pora dari persembahan-Ku ?” - ayat 29, yang telah disesuaikan.



Para pembaca yang budiman, penulis percaya jika persembahan yang kita berikan kepada gereja (baik itu persembahan biasa, perpuluhan, syukur,  khusus, dan sebagainya), sebaiknya digunakan untuk keperluan gereja dan untuk keperluan sosial (baca: Matius 22:37-39).

Apapun dalihnya, penulis meragukan bila persembahan kepada Tuhan diperuntukkan bagi diri kita sendiri.

Boleh saja melakukan perjamuan kasih,
boleh saja mengadakan retreat,
boleh saja menghadiahkan diri sendiri,
boleh saja menyediakan cemilan pada latihan paduan suara,
boleh saja menyediakan makan siang, ketika rapat gereja,

asal… dananya terkumpul dari dana non-persembahan…!

Bagaimana bisa ?!
He..he..he.. baru saja dijelaskan… Kisah Para Rasul 2:44-45, itulah jawabannya…

Masih banyak peluang mencari dana untuk hal-hal semi-gerejawi (retraet, perjamuan kasih, dan sebagainya), pergunakanlah akal-budi, tapi… jangan sampai memalukan Bapa di Sorga karena perbuatan kita dengan menghalalkan segala cara.

Salah satunya cara, dengan PERCAYA dan DOA. Bila Allah berkenan, maka hal yang tak mungkin dapat menjadi kenyataan (lihat, Markus 10:27).



Persembahan gereja seharusnya hanya dipergunakan untuk keperluan gereja, apa saja keperluan gereja ? silahkan para pembaca yang memutuskan.

Persembahan gereja harus dapat dipergunakan bagi kebutuhan sosial, seperti;
-  membantu jemaat yang sedang sakit,
-  membantu jemaat dan masyarakat di sekitar gereja yang kurang mampu,
-  turut serta dalam pembangunan, perbaikan, dan pelestarian prasarana umum,
-  membangun pos jemaat di tempat lain (perintah Tuhan Yesus, Matius 28:19),
- dan sebagainya, yang berkaitan dengan kebutuhan sosial.

Tapi, ada satu hal yang… entah terlupa, dilupakan atau memang tidak mengerti? ketika kita sudah selesai memberi persembahan gereja untuk kebutuhan sosial, ada perintah dari Tuhan Yesus, “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.”, Matius 6:3. Kira-kira pembaca tahu arti perintah ini ? kalau tidak tahu, silahkan bertanya kepada petinggi gereja atau hamba Tuhan…



Para pembaca yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, banyak sekali perintah-perintah Allah yang kita kesampingkan, bukan hanya di dunia ini, tapi juga dalam lingkungan gereja, kiranya Allah Bapa mengampuni kita.

Ada satu ayat yang bisa menjadi pedoman dalam keseharian kita sebagai orang percaya kepada Tuhan Yesus,

            Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.~ Roma 12:2

Surat rasul Paulus untuk jemaat di Roma ini juga diperkuat dengan surat rasul Yohanes yang pertama,

            Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.~ 1 Yohanes 2:15-17



Para pembaca yang baik, penulis kembalikan makna tulisan ini kepada para pembaca;

-  Apakah pembaca ingin “menjilat ludah sendiri” di gereja pembaca ?
-  Apakah pembaca ingin mengikuti “trend” dunia dalam gereja pembaca ?
-  Apakah pembaca sadar dan ingin merubah kebiasaan gereja yang sudah menduniawi ?
-  Apakah pembaca sadar dan ingin mengikuti perintah Allah (Roma 12:2), walau ditertawakan orang lain ?

Semuanya penulis serahkan kepada para pembaca yang baik.

Akhirnya penulis hanya bisa menuliskan bahwa, “Keselamatan adalah Anugerah dari Allah, dan keselamatan tidak untuk dipaksakan”.




Selamat Hari Kelahiran Tuhan Yesus Kristus yang ke 2013
Damai dan Sejahtera dari Allah menyertai kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuhan memberkati kita