Menjilat Ludah
Sendiri
Menjilat ludah sendiri ???
pernahkah para pembaca ? kalau menelan ludah tuh penulis pernah… [bahkan sering… ],
lihat orang makan…, perut lapèr…, raba-raba di kantong… cuma ada sapu tangan
dan KTP…, duh… telanlah ludah ini… dengan terbayang rasa pizza…
“Menjilat ludah sendiri”
adalah sebuah kalimat peribahasa Indonesia yang artinya, “seseorang
yang menarik kembali pernyataannya (membatalkan perjanjian) baik karena
terpaksa maupun karena kebiasaan.”
[http://id.wikiquote.org/wiki/].
Penulis garis bawahi seseorang yang menarik kembali
pernyataannya baik karena terpaksa maupun karena kebiasaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, peribahasa ini sering digunakan untuk orang-orang
yang tidak bertanggung-jawab dengan perkataan yang diucapkannya.
Ini baru perkataan yang
tidak bisa dipertanggung-jawabkan, bagaimana dengan perbuatan ? jika perbuatan
yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan, umumnya orang akan mengatakan,
pembohong atau penipu. Tetapi dalam peribahasa “menjilat ludah sendiri”, sering
juga pelakunya dikatakan sebagai pembohong atau penipu. Kesimpulan, perkataan
maupun perbuatan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan adalah bohong dan tipu.
Di gerejapun tidak luput
dari peribahasa “menjilat ludah sendiri”, itu berarti dalam gereja, dalam Bait
Allah, dalam Rumah Doa dimana Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja, telah
terjadi bohong dan tipu.
Masih sanggupkah kelak
kita menyambut kedatangan-NYA yang kedua kali ?
Penulis bukan sekedar membual
(bahwa dalam gereja telah terjadi
kebohongan) untuk mencari ketenaran atau kebanggaan di dalam dunia ini,
tapi penulis bisa pastikan bahwa hal ini BENAR adanya.
Penulis akan
membuktikannya. Ingat pujian di bawah ini ?
Persembahan kami,
sedikit sekali…
Kiranya Tuhan t’rimalah, dengan
senang hati…
Pujian tersebut (penulis tidak tahu siapa pengarangnya),
entah pengarang pujian sedang menyindir (kita-kita yang serakah), entah juga
memang pelit ! Allah Bapa sudah memberi berkat kepada kita-kita secara berkelimpahan
(baca,
Maleakhi 3:10), tapi mengapa kita “mengembalikannya” dengan sedikit sekali ?
Sudah sedikit sekali…, masih ditambah dengan “menjilat ludah sendiri” !
Dalam 2 Korintus 9:7a,
rasul Paulus menghimbau kita, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya,...”. Mungkin diwaktu kita memberi persembahan, kita rela dan ikhlas dengan apa yang kita
berikan kepada Tuhan. Tapi, setelah persembahan itu terkumpul dan berubah nama
menjadi “milik
gereja”…, saat itu juga kita lupa dengan perkataan rela dan
ikhlas !
Kita
membiarkan penerangan yang sudah tidak terpakai tetap menyala…,
kita
gunakan kertas-kertas secara berlebihan, tanpa tujuan yang pasti…,
“meminjam”
komputer gereja untuk kepentingan diri
sendiri (kerja/sekolah)…,
kita “menghadiahkan”
diri kita dikala Tuhan Yesus berulang tahun…,
mengadakan
perjamuan kasih, konsumsi komisi/majelis, dan banyak lagi…,
yang
menjadikan kita tidak
rela walau dengan persembahan yang sedikit sekali tersebut.
Dengan kata lain, atau kronologi kejadian, dapat penulis
simpulkan:
Allah memberkati kita
dengan berkelimpahan…,
kita persembahkan sedikit sekali berkat
yang kita dapat dari/kepada Allah…,
dan… kita mengambil lagi persembahan itu, yang untuk Allah…
bukankah ini sama artinya
dengan “menjilat ludah sendiri” ?
sama juga berarti
kita-kita ini adalah pembohong dan penipu, bukan terhadap sesama manusia, tetapi
kepada Allah, Tuhan kita ! dan ini kita lakukan di gereja secara
berulang-ulang.
Sadarkah kita akan hal ini
?
Atau kita boleh berkata, “Kan gereja
wadah sosial…, wajarlah kalau menyediakan makanan…, meminjamkan komputer…, kan kata-NYA (Tuhan
Yesus) kita harus memberi…, ya gerejalah contohnya sebagai sumber memberi…”
Benarkah ucapan seperti
itu ?
Mari kita tinjau-ulang bagaimana
gereja mula-mula berdiri. Buka dan baca Kisah Para Rasul 2, secara singkat penulis ceritakan;
Sesudah
Tuhan Yesus terangkat ke Sorga, dan hari Pentakosta
tiba (hari ke 50 setelah Paska -http://gkipi.org/mana-yang-benar-paska-atau-paskah/-),
turunlah Roh Kudus hinggap di ke 12 rasul Tuhan. Lalu rasul Petrus bangkit dan
bersaksi bagi Tuhan Yesus Kristus. Dari kesaksian rasul Petrus, 3.000 jiwa
bersedia untuk dibaptis (ayat 41). Inilah
gereja mula-mula.
Para jemaatnya saling berbagi satu dengan yang lain (ayat 44-45), mereka dan makan bersama-sama di rumah mereka
masing-masing secara bergiliran (ayat 46).
Nah inilah jemaat
mula-mula atau gereja mula-mula terbentuk.
Para jemaat mula-mula rela menjual hartanya untuk
berbagi dengan sesama, mereka makan bersama di rumah secara bergiliran.
Bukan uang persembahan digunakan
untuk kepentingan pribadi, bukan juga uang persembahan dipakai untuk makan
bersama.
Baiklah kalau pada perjamuan
kasih, para penatua berdalih bahwa itu untuk kebersamaan dan berbagi pendapat (sharing). Tapi sudahkah para penatua
mengkaji-ulang, seberapa besar “kebersamaan” itu terbukti baik (dari segi
kerohanian dan sosial), dan seberapa besar “kebersamaan” itu hanya sebagai pengisi
perut lalu pulang ?
Dan coba dihitung jumlah
jemaat pada (kebaktian) perjamuan kasih, dan yang tidak ada perjamuan kasihnya…
Mohon maaf, Allah Bapa
yang di Sorga, Tuhan Yesus Kristus maupun Roh Kudus tidak pernah melakukan promosi,
ingat ini baik-baik ! yang melakukan
promosi agar umatnya bertambah banyak ialah iblis !
Para pembaca yang terkasih
di dalam Tuhan Yesus, secara tak sadar kita sudah “menjilat ludah sendiri”,
secara tak sadar kita sudah mempermalukan diri kita di hadapan Allah, secara tak
sadar juga kita telah menganggap “menjilat ludah sendiri” di hadapan Allah
adalah hal yang biasa, wajar.
Masih bisakah kita
pertanggung-jawabkan perbuatan kita ini ?
Dalam kitab 1 Samuel 2:12-34, menceritakan tentang perlakuan curang dari
anak-anak imam besar Eli di jaman itu, Hofni dan Pinehas. Kedua anak ini (yang juga berstatus sebagai imam)
mengambil sebagian dari korban persembahan orang-orang Israel kepada Allah, “Dengan demikian
sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan TUHAN, sebab mereka
memandang rendah korban (persembahan-penulis) untuk TUHAN”- ayat 17.
Penulis membayangkan…, pada
penghakiman terakhir, Tuhan Yesus Kristus bertanya, “Mengapa engkau serakah kepada
persembahan-Ku dan mengapa engkau menghormati sesamamu lebih dari pada-Ku,
sambil kamu berpesta-pora dari persembahan-Ku ?” - ayat 29, yang telah disesuaikan.
Para pembaca yang budiman, penulis percaya jika
persembahan yang kita berikan kepada gereja (baik itu persembahan biasa, perpuluhan, syukur, khusus, dan sebagainya), sebaiknya
digunakan untuk keperluan gereja dan untuk keperluan sosial (baca: Matius 22:37-39).
Apapun dalihnya, penulis meragukan
bila persembahan kepada Tuhan diperuntukkan bagi diri kita sendiri.
Boleh saja melakukan
perjamuan kasih,
boleh saja mengadakan retreat,
boleh saja menghadiahkan
diri sendiri,
boleh saja menyediakan
cemilan pada latihan paduan suara,
boleh saja menyediakan
makan siang, ketika rapat gereja,
asal… dananya terkumpul
dari dana non-persembahan…!
Bagaimana bisa ?!
He..he..he.. baru saja
dijelaskan… Kisah Para Rasul 2:44-45, itulah jawabannya…
Masih banyak peluang
mencari dana untuk hal-hal semi-gerejawi
(retraet, perjamuan kasih, dan
sebagainya), pergunakanlah akal-budi, tapi… jangan sampai memalukan Bapa
di Sorga karena perbuatan kita dengan menghalalkan segala cara.
Salah satunya cara, dengan
PERCAYA
dan DOA.
Bila Allah berkenan, maka hal yang tak mungkin dapat menjadi kenyataan (lihat, Markus 10:27).
Persembahan gereja seharusnya
hanya dipergunakan untuk keperluan gereja, apa saja keperluan gereja ? silahkan
para pembaca yang memutuskan.
Persembahan gereja harus dapat
dipergunakan bagi kebutuhan sosial, seperti;
- membantu
jemaat yang sedang sakit,
- membantu
jemaat dan masyarakat di sekitar gereja yang kurang mampu,
- turut serta
dalam pembangunan, perbaikan, dan pelestarian prasarana umum,
- membangun pos
jemaat di tempat lain (perintah Tuhan Yesus, Matius
28:19),
- dan sebagainya, yang berkaitan dengan kebutuhan
sosial.
Tapi, ada satu hal yang…
entah terlupa, dilupakan atau memang tidak mengerti? ketika kita sudah selesai
memberi persembahan gereja untuk kebutuhan sosial, ada perintah dari Tuhan Yesus, “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui
tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.”, Matius 6:3.
Kira-kira pembaca tahu arti perintah ini ? kalau tidak tahu, silahkan bertanya
kepada petinggi gereja atau hamba Tuhan…
Para pembaca yang dikasihi
Tuhan Yesus Kristus, banyak sekali perintah-perintah Allah yang kita kesampingkan, bukan hanya di dunia ini,
tapi juga dalam lingkungan gereja, kiranya Allah Bapa mengampuni kita.
Ada satu ayat yang bisa menjadi pedoman dalam keseharian
kita sebagai orang percaya kepada Tuhan Yesus,
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,
tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan
manakah kehendak Allah: apa yang
baik, yang berkenan kepada Allah dan
yang sempurna.” ~ Roma 12:2
Surat rasul Paulus untuk jemaat di Roma ini juga diperkuat
dengan surat
rasul Yohanes yang pertama,
“Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di
dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam
dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup,
bukanlah berasal dari Bapa,
melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi
orang yang melakukan kehendak Allah
tetap hidup selama-lamanya.” ~ 1 Yohanes 2:15-17
Para pembaca yang baik, penulis kembalikan makna tulisan
ini kepada para pembaca;
- Apakah pembaca ingin “menjilat ludah sendiri”
di gereja pembaca ?
- Apakah pembaca ingin mengikuti “trend” dunia dalam gereja pembaca ?
- Apakah
pembaca sadar dan ingin merubah kebiasaan gereja yang sudah menduniawi ?
- Apakah
pembaca sadar dan ingin mengikuti perintah Allah (Roma 12:2), walau ditertawakan orang lain ?
Semuanya penulis serahkan
kepada para pembaca yang baik.
Akhirnya penulis hanya
bisa menuliskan bahwa, “Keselamatan
adalah Anugerah dari Allah, dan keselamatan tidak untuk dipaksakan”.
Selamat
Hari Kelahiran Tuhan Yesus Kristus yang ke 2013
Damai dan Sejahtera dari Allah menyertai kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuhan memberkati kita