{ ekklêsia / igreja }
Aku
berada di halaman gereja.
Gedung
berlantai enam, yang telah diubah menjadi sebuah gereja yang megah, mewah
dengan segala perlengkapan yang full-tehnologi.
Tujuh anak tangga
menyambutku sebelum tiba di teras gereja. Di sisi kiri dan kanan teras,
terdapat meja kaca yang berisi warta gereja, brosur-brosur misi kemanusiaan,
brosur-brosur buku rohani, hingga brosur-brosur asuransi jiwa pun tersedia, dan
tanpa dijaga. Pada sisi pintu menuju ruang ibadah, tergantung dua televisi layar
datar (± dua puluh tujuh inchi, tertera sumbangan dari sebuah perusahaan ternama)
yang menayangkan tema kebaktian, pendetanya (berikut foto), kegiatan gereja
seminggu
mendatang, diselingi oleh pariwara-pariwara bisnis, tempat makan,
rekreasi, otomotif dan lain sebagainya.
Masuk pintu pertama gereja,
aku disambut oleh dua pasang penyambut jemaat (dua pasang di kiri dan dua di
kanan), pria mengenakan jas hitam, berkemeja putih lengkap dengan dasi bermotif
salib, yang wanita mengenakan gaun putih, syal bermotif salib, berikat pinggang
hitam.
Seluruh lantai ruang
ibadah menggunakan batu pualam dan dinding-dindingnya berhiaskan relief-relief kisah dalam Alkitab,
berwarna.
Ada tiga pintu (otomatis bergeser buka dan tutup) untuk memasuki
ruang ibadah, pintu tengah menuju ruang ibadah yang akan berlangsung, pintu
sebelah kiri menuju ruang ibadah untuk yang merokok. Di dalamnya tertata
kursi-kursi beralas busa empuk, asbak dan meja kecil tersedia di setiap kursi.
Di depan kursi-kursi, terpampang layar proyektor seukuran tiga meter persegi
untuk mengikuti jalannya kebaktian dalam ruang ibadah sesungguhnya. Tak
ketinggalan, disediakan juga dispencer
air panas dan aneka kopi dalam kemasan satu kali seduh (gratis). Ruangan ini
memiliki pengisap udara keluar.
Pintu sebelah kanan menuju
ruang ibadah bagi yang belum sarapan atau makan siang/sore. Ruangannya sama
seperti untuk yang merokok, hanya ada sekitar selusin kedai makan untuk memesan
makanan (makan bayar, minum disediakan air mineral dan soft-drink, gratis). Masing-masing ruang ibadah mempunyai pendingin
ruangan (disetel ± 20 derajat Celcius).
Tiap-tiap ruangan, ibadah,
merokok dan makan, mampu menampung sekitar seratus jemaat. Dalam peribadahan,
ketiga ruangan ini tetap mengikuti tata cara peribadahan yang berlaku, berdoa,
memuji Tuhan, mendengar khotbah, mendengar paduan suara sampai persembahan pun tetap
ada. Dan para jemaat tetap keluar dari gereja melalui satu pintu, pintu utama gereja.
Aku masuk ke ruang ibadah
sungguhan. Sebuah mimbar berukuran panjang enam meter, tinggi dua setengah meter,
berdiam di tengah-depan ruangan, berhiaskan aneka karangan bunga (± dua
meteran). Tiga buah air mancur (ada kolam kecil, ukuran dua kali satu meter, plus ikannya) menghiasi muka mimbar, di
sela bunga-bunga nan indah, salib di belakang mimbar (± empat kali dua meter,
lebar salib dua puluh centi) bersinar putih cemerlang, sungguh indah.
Segera keindahan itu
runtuh ! karena disambut dengan hingar-bingar suara band yang berlatih untuk mengiringi pujian ibadah. Setiap kursi
empuk yang diduduki jemaat, selalu terdengar pembicaraan seru, ada yang sedang memencet-mencet
telepon genggamnya, sampai ada yang berbicara lewat telepon genggam di ruang
ibadah ! Buyar sudah doa saat teduhku…
Seorang berpakaian santai,
kaus oblong (bertuliskan I♥J) dan jeans
lusuh, duduk di sampingku.
“Hallo ! pertama kali
kesini ?”, tanyanya menyapaku
“Ya”, sahutku
“Oh, selamat datang di
gereja”, katanya sambil mengulurkan tangan
“Terima kasih”
“Agak aneh yah ? suasana
di sini…”
Aku menjawab dengan
mengangkat alisku
“Ha..ha..ha.., tak usah bingung…, gereja ini memang
dibuat untuk menyenangkan sesama !”
“Oh yah ?!”
“Ehm, menyenangkan hati Tuhan, kan sudah dibuat gereja…, tempat ibadah…,
lalu kenapa tidak dibuat sekaligus untuk menyenangkan sesama ?!”
Orang itu bercerita dengan semangat.
Sebelumnya, gereja ini
cuma berjemaat sekitar empat puluhan saja, sudah termasuk para penatuanya.
Dengan jumlah persembahan hanya satu atau satu jutaan lebih perminggunya,
sangatlah tidak memungkinkan gereja bergerak di bidang sosial masyarakat,
apalagi untuk membuat acara retret,
sungguh tidak terbayangkan. Ketika itu, gereja
masih polos dan tulus.
Rapat para majelis selalu
‘meributkan’ tentang retret. Hingga
diputuskan untuk perbanyak jumlah jemaat, dan… guna menambah jumlah jemaat,
maka gereja harus memberi kenyamanan bagi jemaatnya, caranya ?! ya itu… boleh
merokok dan boleh makan di ruang ibadah khusus.
Saat ini, jumlah kebaktian
di hari minggu (untuk umum) sebanyak lima kali, anak sekolah minggu, satu kali (sembilan
puluhan jemaat), remaja dua, pemuda tiga, kebaktian lansia dua, dan komisi dewasa
dua kali dalam satu minggu. Jumlah persembahan bisa mencapai seratusan juta
perminggunya, belum ditambah dengan sumbangan (yang sudah ditentukan) dari para sponsor perusahaan yang memasang
pariwara di gereja.
Ada dua jenis sponsor, pertama pemasang pariwara, yang
kedua menyediakan perlengkapan gereja, dan masing-masing tetap dikenakan ‘sumbangan’.
“Dari jemaat yang merokok
dan makan-lah persembahan yang paling banyak”, sambung jemaat itu
Benar-benar menyenangkan
hati sesama dan juga hati majelisnya. Kenapa tidak, setiap minggu, mereka
(majelis dan pekerja gereja) mendapat suguhan kue-kue yang enak dan mewah, kue
dua kali sehari, belum termasuk makan siang dan sore yang dibuat prasmanan oleh gereja.
Ada ‘persembahan kasih’ (uang lelah, tiap bulan) untuk
majelis dan pekerja gereja (guru sekolah minggu, pemusik, paduan suara, dan
sebagainya), cuma tunjangan kesehatan saja yang belum diadakan (dalam rancangan
majelis).
“Kalau transport dari
rumah ke gereja setiap minggu, disediakan…, dalam bentuk rupiah lho…”, kerlingnya
Gereja sudah menjadi “arisan dalam persekutuan kristen” layaknya…
Yang banyak, persembahkan
banyak, yang sedikit, persembahkan sedikit.
(“Bukankah itu salah satu kehendak Tuhan ?!”, kata si kaus I♥J)
Setelah terkumpul, majelis
memutuskan untuk retret di daerah yang
majelis inginkan, maka berangkatlah…
Dalam retret, tak perlu banyak-banyak firman Tuhan…, hari pertama, firman
Tuhan lima
belas menit, hari kedua, main-main, games, dan kesenangan dunia lainnya, hari
ketiga, jalan-jalan, shopping-shopping
dan pulang, bereskan ?!
Sama halnya dengan acara
rapat kerja majelis atau acara pembinaan. Setiap peserta mendapat ‘ganti kasih’
(sama seperti persembahan
kasih), harus di luar kota
(keluar negri, masih dalam rancangan), penginapan harus mewah, harus disediakan
satu hari untuk jalan-jalan dan shopping-shopping,
plus masih ada oleh-oleh buat orang
rumah (disediakan oleh gereja).
Bakti sosial masyarakat ?!
tentu sudah bisa diadakan…, satu kali dalam setahun, mencakup wilayah satu Rukun
Warga,
sudah cukup, dan sudah memenuhi kehendak Tuhan.
“Percaya atau tidak ? di
gereja ini ada sekitar selusin pesuruh gereja
?!”, jemaat itu bertanya sambil tersenyum bangga.
Yah, tentu saja percaya…,
karena setiap bidang kerja memiliki sedikitnya satu pesuruh gereja ! tapi para
pesuruh itu tetap pesuruh, yang boleh disuruh-suruh oleh pekerja gereja (guru
sekolah minggu, pemusik, dan sebagainya), bahkan boleh disuruh-suruh oleh
jemaat.
Kesimpulannya, majelis rapat > memutuskan
> menyuruh pekerja gereja > menyuruh pesuruh untuk bekerja. Untungnya hanya
berupa pekerjaan fisik saja, seperti mendekorasi
ruangan, menyiapkan perlengkapan kebaktian, bahkan untuk menghias pohon terang
pun, pesuruh yang melakukannya.
“Kan mereka bekerja di sini…, digaji…”,
senyum si kaus I♥J
Segala pakaian resmi gereja
(seragam),
dibuat dan dibiayai oleh gereja. Mulai dari jas/gaun penatua, guru sekolah
minggu, paduan suara, pemusik, penerima jemaat, semuanya dibiayai, bahkan
mencuci pakaian tersebut juga (tiap minggu) masuk ongkos gereja !
Tidak hanya pada majelis
segala “kemewahan” ini berlaku, juga berlaku untuk pertiap komisi. Komisi anak,
pernah ‘kebaktian padang’
di tempat permainan fantasi (daerah Jawa Barat), komisi pemuda, ‘kebaktian padang’
di Bali, komisi… semua berdalih ‘kebaktian padang’.
“Mereka juga mempunyai hak-kan ? sama-sama mengumpulkan
persembahan di hari tertentu ?!”
Kegiatan jalan-jalan
keluar kota,
sudah menjadi agenda tetap disetiap komisi.
“Minimal dua kali setahun,
itupun masih kurang…, dan sedang direncanakan untuk menjadi tiga atau empat
kali dalam setahun !”
Bahkan tiga komisi gereja
memiliki kegiatan olah-raga yang (harus) dibiayai oleh gereja. Dewasa
berolah-raga golf, seminggu sekali,
remaja, hockey, seminggu dua kali,
pemuda, bowling, seminggu sekali.
Ibadah dimulai.
Layar proyektor (± satu
setengah meter persegi) bergerak turun dari sisi kanan dan kiri mimbar. Tiga lampu
(bertenaga seratus watt) menyala di
atas mimbar. Dan pembawa firman (pendeta) muncul dari bawah mimbar…,
perlahan-lahan… dari bawah ke atas… para penatua, berseragam gereja,
berdatangan dari pintu belakang mimbar (pintu otomatis), berdiri (duduk) di sisi
kiri dan kanan depan mimbar.
Lampu di atas pengiring
pujian (band) pun menyala (kiri depan
penatua), lampu di atas paduan suara berbarengan menyala (kanan depan penatua).
Aku melirik, masih saja ada
jemaat yang berkutat dengan telepon genggamnya (tablet/iphone ?). Hampir sebagian besar jemaat mengenakan pakaian
santai, yang pria, kaus dan jeans, yang wanita, rok/celana mini (dua puluh
senti di atas dengkul) dan berbaju backless.
Saat pembacaan Alkitab,
ayat yang harus di baca terpampang di layar proyektor, ooh…, pantas saja, tidak
satupun jemaat yang datang membawa buku Alkitab…
Pemberitaan firman Tuhan
cukup singkat, hanya sekitar dua puluh menit. Hingar-bingar pemandu pujian,
tetap terdengar bising… sehingga suara paduan suara, hampir-hampir tidak
terdengar.
Ada empat paduan suara atau vokal group, yang tampil saat itu, dengan masing-masing menyanyikan
dua lagu pujian. Menyenangkan Tuhan ? jemaat, perokok atau pemakan ?!
Akhir ibadah.
Selesai ibadah… dan ribut
suara jemaat kembali terdengar… (tak perduli pendeta masih berjalan menuju
pintu gereja).
“Bapak punya hape ? nomornya berapa ?”, seseorang
jemaat menghampiriku
Aku memberi nomor telepon
genggamku, kemudian… “biiip-biiip”,
teleponku berbunyi, tanda masuknya ‘pesan tertulis’
“He..he.., bapak silahkan
lihat-lihat…, nanti kalau mau pesan, tinggal esemes balik saja ke saya, okey ?! selamat hari Minggu…”, jemaat itu
cengar-cengir sambil berlalu…
Apa yang dikirimnya ? alat
bantu se… Oo alahhh…
“Jangan berzinah, itu
perintah Tuhan kan
?! tapi… berma… (berbisik), tidak
dilarang…”, senyum orang di belakangku
Aku berjalan keluar ruang
ibadah, di sana
sudah menanti kotak-kotak snack untuk
jemaat.
“Tiap minggu, pasti ada…”,
ujar si kaus I♥J menunjukkan kotak-kotak snack
Isi kotak itu, seiris pizza, sepotong tiramisu cake, dan sekaleng soft-drink.
Aku mengingat-ingat… berapa persembahanku tadi…
Menginjak halaman gereja,
kami (aku dan si kaus I♥J) dihadang oleh perbagai salesman dan salesgirl
yang memang sudah bersepakat dengan gereja untuk menjual barang dagangan
perusahaan mereka.
Dan… “PLAK !”
Aku melonjak bangun !
Aku bermimpi buruk…,
jantungku berdetak keras…, keringatku mengalir deras…
Disela nafasku yang
memburu, aku menutup mataku…
“Ya Tuhan, ya Allah Bapa,
ampunilah salah dan dosaku…
janganlah kiranya
aku dijadikan jemaat dalam gereja mimpiku ini…
Amin”
Sadarkah kita ? Jika
pengumpulan persembahan itu diperuntukkan bagi sesama, baik kristiani maupun non-kristiani yang kurang mampu ?
Apalah artinya
Retret, jika hanya demi kesukaan manusia belaka ?
Apalah artinya
Kebaktian Padang, jika tidak berkenan bagi Allah ?
Apalah artinya
Gereja, jika hanya untuk kepentingan duniawi kita ?
Tuhan memberkati kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuhan memberkati kita