img.bhsmly { height: auto !important; vertical-align: middle !important; width: auto !important; border:0px !important; }

Kamis, 04 Juli 2013

ἐκκλησία



κκλησία
{ ekklêsia / igreja }


Aku berada di halaman gereja.
Gedung berlantai enam, yang telah diubah menjadi sebuah gereja yang megah, mewah dengan segala perlengkapan yang full-tehnologi.

Tujuh anak tangga menyambutku sebelum tiba di teras gereja. Di sisi kiri dan kanan teras, terdapat meja kaca yang berisi warta gereja, brosur-brosur misi kemanusiaan, brosur-brosur buku rohani, hingga brosur-brosur asuransi jiwa pun tersedia, dan tanpa dijaga. Pada sisi pintu menuju ruang ibadah, tergantung dua televisi layar datar (± dua puluh tujuh inchi, tertera sumbangan dari sebuah perusahaan ternama) yang menayangkan tema kebaktian, pendetanya (berikut foto), kegiatan gereja seminggu
mendatang, diselingi oleh pariwara-pariwara bisnis, tempat makan, rekreasi, otomotif dan lain sebagainya.

Masuk pintu pertama gereja, aku disambut oleh dua pasang penyambut jemaat (dua pasang di kiri dan dua di kanan), pria mengenakan jas hitam, berkemeja putih lengkap dengan dasi bermotif salib, yang wanita mengenakan gaun putih, syal bermotif salib, berikat pinggang hitam.
Seluruh lantai ruang ibadah menggunakan batu pualam dan dinding-dindingnya berhiaskan relief-relief kisah dalam Alkitab, berwarna.

Ada tiga pintu (otomatis bergeser buka dan tutup) untuk memasuki ruang ibadah, pintu tengah menuju ruang ibadah yang akan berlangsung, pintu sebelah kiri menuju ruang ibadah untuk yang merokok. Di dalamnya tertata kursi-kursi beralas busa empuk, asbak dan meja kecil tersedia di setiap kursi. Di depan kursi-kursi, terpampang layar proyektor seukuran tiga meter persegi untuk mengikuti jalannya kebaktian dalam ruang ibadah sesungguhnya. Tak ketinggalan, disediakan juga dispencer air panas dan aneka kopi dalam kemasan satu kali seduh (gratis). Ruangan ini memiliki pengisap udara keluar.

Pintu sebelah kanan menuju ruang ibadah bagi yang belum sarapan atau makan siang/sore. Ruangannya sama seperti untuk yang merokok, hanya ada sekitar selusin kedai makan untuk memesan makanan (makan bayar, minum disediakan air mineral dan soft-drink, gratis). Masing-masing ruang ibadah mempunyai pendingin ruangan (disetel ± 20 derajat Celcius).

Tiap-tiap ruangan, ibadah, merokok dan makan, mampu menampung sekitar seratus jemaat. Dalam peribadahan, ketiga ruangan ini tetap mengikuti tata cara peribadahan yang berlaku, berdoa, memuji Tuhan, mendengar khotbah, mendengar paduan suara sampai persembahan pun tetap ada. Dan para jemaat tetap keluar dari gereja melalui satu pintu, pintu utama gereja.

Aku masuk ke ruang ibadah sungguhan. Sebuah mimbar berukuran panjang enam meter, tinggi dua setengah meter, berdiam di tengah-depan ruangan, berhiaskan aneka karangan bunga (± dua meteran). Tiga buah air mancur (ada kolam kecil, ukuran dua kali satu meter, plus ikannya) menghiasi muka mimbar, di sela bunga-bunga nan indah, salib di belakang mimbar (± empat kali dua meter, lebar salib dua puluh centi) bersinar putih cemerlang, sungguh indah.

Segera keindahan itu runtuh ! karena disambut dengan hingar-bingar suara band yang berlatih untuk mengiringi pujian ibadah. Setiap kursi empuk yang diduduki jemaat, selalu terdengar pembicaraan seru, ada yang sedang memencet-mencet telepon genggamnya, sampai ada yang berbicara lewat telepon genggam di ruang ibadah ! Buyar sudah doa saat teduhku…



Seorang berpakaian santai, kaus oblong (bertuliskan IJ) dan jeans lusuh, duduk di sampingku.

“Hallo ! pertama kali kesini ?”, tanyanya menyapaku
“Ya”, sahutku
“Oh, selamat datang di gereja”, katanya sambil mengulurkan tangan
“Terima kasih”
“Agak aneh yah ? suasana di sini…”
Aku menjawab dengan mengangkat alisku
“Ha..ha..ha.., tak usah bingung…, gereja ini memang dibuat untuk menyenangkan sesama !”
“Oh yah ?!”
“Ehm, menyenangkan hati Tuhan, kan sudah dibuat gereja…, tempat ibadah…, lalu kenapa tidak dibuat sekaligus untuk menyenangkan sesama  ?!”



Orang itu bercerita dengan semangat.

Sebelumnya, gereja ini cuma berjemaat sekitar empat puluhan saja, sudah termasuk para penatuanya. Dengan jumlah persembahan hanya satu atau satu jutaan lebih perminggunya, sangatlah tidak memungkinkan gereja bergerak di bidang sosial masyarakat, apalagi untuk membuat acara retret, sungguh tidak terbayangkan. Ketika itu, gereja masih polos dan tulus.

Rapat para majelis selalu ‘meributkan’ tentang retret. Hingga diputuskan untuk perbanyak jumlah jemaat, dan… guna menambah jumlah jemaat, maka gereja harus memberi kenyamanan bagi jemaatnya, caranya ?! ya itu… boleh merokok dan boleh makan di ruang ibadah khusus.


Saat ini, jumlah kebaktian di hari minggu (untuk umum) sebanyak lima kali, anak sekolah minggu, satu kali (sembilan puluhan jemaat), remaja dua, pemuda tiga, kebaktian lansia dua, dan komisi dewasa dua kali dalam satu minggu. Jumlah persembahan bisa mencapai seratusan juta perminggunya, belum ditambah dengan sumbangan (yang sudah ditentukan) dari para sponsor perusahaan yang memasang pariwara di gereja.

Ada dua jenis sponsor, pertama pemasang pariwara, yang kedua menyediakan perlengkapan gereja, dan masing-masing tetap dikenakan ‘sumbangan’.
“Dari jemaat yang merokok dan makan-lah persembahan yang paling banyak”, sambung jemaat itu

Benar-benar menyenangkan hati sesama dan juga hati majelisnya. Kenapa tidak, setiap minggu, mereka (majelis dan pekerja gereja) mendapat suguhan kue-kue yang enak dan mewah, kue dua kali sehari, belum termasuk makan siang dan sore yang dibuat prasmanan oleh gereja.

Adapersembahan kasih’ (uang lelah, tiap bulan) untuk majelis dan pekerja gereja (guru sekolah minggu, pemusik, paduan suara, dan sebagainya), cuma tunjangan kesehatan saja yang belum diadakan (dalam rancangan majelis).
“Kalau transport dari rumah ke gereja setiap minggu, disediakan…, dalam bentuk rupiah lho…”, kerlingnya

Gereja sudah menjadi “arisan dalam persekutuan kristen” layaknya…
Yang banyak, persembahkan banyak, yang sedikit, persembahkan sedikit.
(“Bukankah itu salah satu kehendak Tuhan ?!”, kata si kaus IJ)
Setelah terkumpul, majelis memutuskan untuk retret di daerah yang majelis inginkan, maka berangkatlah…


Dalam retret, tak perlu banyak-banyak firman Tuhan…, hari pertama, firman Tuhan lima belas menit, hari kedua, main-main, games, dan kesenangan dunia lainnya, hari ketiga, jalan-jalan, shopping-shopping dan pulang, bereskan ?!

Sama halnya dengan acara rapat kerja majelis atau acara pembinaan. Setiap peserta mendapat ‘ganti kasih’ (sama seperti persembahan kasih), harus di luar kota (keluar negri, masih dalam rancangan), penginapan harus mewah, harus disediakan satu hari untuk jalan-jalan dan shopping-shopping, plus masih ada oleh-oleh buat orang rumah (disediakan oleh gereja).

Bakti sosial masyarakat ?! tentu sudah bisa diadakan…, satu kali dalam setahun, mencakup wilayah satu Rukun Warga, sudah cukup, dan sudah memenuhi kehendak Tuhan.



“Percaya atau tidak ? di gereja ini ada sekitar selusin pesuruh gereja ?!”, jemaat itu bertanya sambil tersenyum bangga.

Yah, tentu saja percaya…, karena setiap bidang kerja memiliki sedikitnya satu pesuruh gereja ! tapi para pesuruh itu tetap pesuruh, yang boleh disuruh-suruh oleh pekerja gereja (guru sekolah minggu, pemusik, dan sebagainya), bahkan boleh disuruh-suruh oleh jemaat.

Kesimpulannya, majelis rapat > memutuskan > menyuruh pekerja gereja > menyuruh pesuruh untuk bekerja. Untungnya hanya berupa pekerjaan fisik saja, seperti mendekorasi ruangan, menyiapkan perlengkapan kebaktian, bahkan untuk menghias pohon terang pun, pesuruh yang melakukannya.
“Kan mereka bekerja di sini…, digaji…”, senyum si kaus IJ



Segala pakaian resmi gereja (seragam), dibuat dan dibiayai oleh gereja. Mulai dari jas/gaun penatua, guru sekolah minggu, paduan suara, pemusik, penerima jemaat, semuanya dibiayai, bahkan mencuci pakaian tersebut juga (tiap minggu) masuk ongkos gereja !

Tidak hanya pada majelis segala “kemewahan” ini berlaku, juga berlaku untuk pertiap komisi. Komisi anak, pernah ‘kebaktian padang’ di tempat permainan fantasi (daerah Jawa Barat), komisi pemuda, ‘kebaktian padang’ di Bali,  komisi… semua berdalih ‘kebaktian padang’.
“Mereka juga mempunyai hak-kan ? sama-sama mengumpulkan persembahan di hari tertentu ?!”

Kegiatan jalan-jalan keluar kota, sudah menjadi agenda tetap disetiap komisi.
“Minimal dua kali setahun, itupun masih kurang…, dan sedang direncanakan untuk menjadi tiga atau empat kali dalam setahun !”

Bahkan tiga komisi gereja memiliki kegiatan olah-raga yang (harus) dibiayai oleh gereja. Dewasa berolah-raga golf, seminggu sekali, remaja, hockey, seminggu dua kali, pemuda, bowling, seminggu sekali.



Ibadah dimulai.
Layar proyektor (± satu setengah meter persegi) bergerak turun dari sisi kanan dan kiri mimbar. Tiga lampu (bertenaga seratus watt) menyala di atas mimbar. Dan pembawa firman (pendeta) muncul dari bawah mimbar…, perlahan-lahan… dari bawah ke atas… para penatua, berseragam gereja, berdatangan dari pintu belakang mimbar (pintu otomatis), berdiri (duduk) di sisi kiri dan kanan depan mimbar.

Lampu di atas pengiring pujian (band) pun menyala (kiri depan penatua), lampu di atas paduan suara berbarengan menyala (kanan depan penatua).

Aku melirik, masih saja ada jemaat yang berkutat dengan telepon genggamnya (tablet/iphone ?). Hampir sebagian besar jemaat mengenakan pakaian santai, yang pria, kaus dan jeans, yang wanita, rok/celana mini (dua puluh senti di atas dengkul) dan berbaju backless.

Saat pembacaan Alkitab, ayat yang harus di baca terpampang di layar proyektor, ooh…, pantas saja, tidak satupun jemaat yang datang membawa buku Alkitab…

Pemberitaan firman Tuhan cukup singkat, hanya sekitar dua puluh menit. Hingar-bingar pemandu pujian, tetap terdengar bising… sehingga suara paduan suara, hampir-hampir tidak terdengar.

Ada empat paduan suara atau vokal group, yang tampil saat itu, dengan masing-masing menyanyikan dua lagu pujian. Menyenangkan Tuhan ? jemaat, perokok atau pemakan ?!



Akhir ibadah.
Selesai ibadah… dan ribut suara jemaat kembali terdengar… (tak perduli pendeta masih berjalan menuju pintu gereja).

“Bapak punya hape ? nomornya berapa ?”, seseorang jemaat menghampiriku
Aku memberi nomor telepon genggamku, kemudian… “biiip-biiip”, teleponku berbunyi, tanda masuknya ‘pesan tertulis’

“He..he.., bapak silahkan lihat-lihat…, nanti kalau mau pesan, tinggal esemes balik saja ke saya, okey ?! selamat hari Minggu…”, jemaat itu cengar-cengir sambil berlalu…

Apa yang dikirimnya ? alat bantu se… Oo alahhh…
“Jangan berzinah, itu perintah Tuhan kan ?! tapi… berma… (berbisik), tidak dilarang…”, senyum orang di belakangku

Aku berjalan keluar ruang ibadah, di sana sudah menanti kotak-kotak snack untuk jemaat.
“Tiap minggu, pasti ada…”, ujar si kaus IJ menunjukkan kotak-kotak snack

Isi kotak itu, seiris pizza, sepotong tiramisu cake, dan sekaleng soft-drink. Aku mengingat-ingat… berapa persembahanku tadi…

Menginjak halaman gereja, kami (aku dan si kaus IJ) dihadang oleh perbagai salesman dan salesgirl yang memang sudah bersepakat dengan gereja untuk menjual barang dagangan perusahaan mereka.


Dan… “PLAK !”


Aku melonjak bangun !
Aku bermimpi buruk…, jantungku berdetak keras…, keringatku mengalir deras…

Disela nafasku yang memburu, aku menutup mataku…

“Ya Tuhan, ya Allah Bapa, ampunilah salah dan dosaku…
janganlah kiranya aku dijadikan jemaat dalam gereja mimpiku ini…
Amin”




Sadarkah kita ? Jika pengumpulan persembahan itu diperuntukkan bagi sesama, baik kristiani maupun non-kristiani yang kurang mampu ?

Apalah artinya Retret, jika hanya demi kesukaan manusia belaka ?
Apalah artinya Kebaktian Padang, jika tidak berkenan bagi Allah ?
Apalah artinya Gereja, jika hanya untuk kepentingan duniawi kita ?



Tuhan memberkati kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuhan memberkati kita